Rahasia Tersembunyi Tentang Alam Semesta Yang Akan Mengubah Cara Kamu Melihat Hidup Bagian 5

Rahasia Tersembunyi Tentang Alam Semesta Yang Akan Mengubah Cara Kamu Melihat Hidup Bagian 5

BAB 4. Waktu Itu Relatif Dan Bisa Melambat Perspektif Islam Dan Sains Modern :

📌POSTINGANKU PENGINGAT DIRIKU

📌BACA SAMPAI SELESAI AGAR TAK GAGAL FAHAM

📌ARTIKEL INI HANYA BERSIFAT MENGINFORMASIKAN DAN MENINGKATKAN KESADARAN DAN BUKAN UNTUK MENGAJARI

Oleh : MUH IKHSAN AM

Inspirator-Rakyat.com-Waktu sebuah dimensi tak kasat mata yang mengatur ritme alam semesta ternyata bukanlah sesuatu yang mutlak. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya sejak munculnya teori relativitas oleh Albert Einstein pada awal abad ke-20, para ilmuwan menyadari bahwa waktu dapat berjalan lebih lambat atau lebih cepat tergantung pada kecepatan dan gravitasi yang dialami oleh suatu objek. Fenomena ini dikenal sebagai relativitas waktu, sebuah kenyataan yang telah terbuktikan dalam banyak eksperimen ilmiah modern, seperti pengujian dengan jam atom di pesawat luar angkasa.

Namun jauh sebelum fisika modern menyingkap keajaiban ini, Al-Qur’an telah memberikan isyarat-isyarat halus namun mendalam tentang fleksibilitas waktu, melalui berbagai ayat yang menggambarkan perbedaan persepsi waktu antara manusia dan Sang Pencipta, serta makhluk lain yang berada di alam berbeda. Misalnya, dalam surah As-Sajdah ayat 5, disebutkan :

يُدَبِّرُ ٱلْأَمْرَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ إِلَى ٱلْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُۥٓ أَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ ٥

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”

(QS. As-Sajdah: 5)

Tafsir Lengkap Ayat :

Ayat ini menjelaskan tentang kekuasaan dan pengaturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang meliputi seluruh alam semesta, serta menunjukkan keagungan waktu di sisi Allah dibandingkan dengan perhitungan manusia.

Penjelasan Per Bagian :

1. “يُدَبِّرُ ٱلْأَمْرَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ إِلَى ٱلْأَرْضِ” (Dia Mengatur Urusan Dari Langit Ke Bumi) :

• “يُدَبِّرُ ٱلْأَمْرَ” (Dia Mengatur Urusan) : Kata “yudabbiru” berasal dari akar kata “dabbara” yang berarti mengatur, merencanakan, mengelola, atau menjalankan. Ini menunjukkan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini tidak terjadi secara kebetulan, melainkan diatur dengan sangat rapi dan teliti oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini mencakup segala aspek kehidupan, mulai dari pergerakan benda-benda langit, siklus alam, hujan, pertumbuhan tanaman, rezeki makhluk, hingga takdir setiap individu. Allah adalah Pengatur tunggal yang Maha Sempurna.

• “مِنَ ٱلسَّمَآءِ إِلَى ٱلْأَرْضِ” (Dari Langit Ke Bumi) : Frasa ini menunjukkan jangkauan pengaturan Allah yang sangat luas, meliputi seluruh ciptaan-Nya. Langit sering kali merujuk pada alam atas, tempat segala ketetapan dan perintah Ilahi diturunkan, sementara bumi adalah tempat di mana perintah dan ketetapan tersebut diwujudkan atau dilaksanakan. Ini mencakup hukum-hukum alam (sunnatullah), ketentuan takdir, wahyu, dan segala bentuk pengaturan yang memengaruhi kehidupan di bumi.

2. “ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُۥٓ أَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ” (Kemudian (Urusan) Itu Naik Kembali Kepada-Nya Dalam Sehari Yang Kadarnya Adalah Seribu Tahun Menurut Perhitunganmu.) :

• “ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ” (Kemudian (Urusan) Itu Naik Kembali Kepada-Nya) : Setelah urusan atau ketetapan Allah diturunkan dan dilaksanakan di bumi, kemudian “naik kembali” kepada-Nya. Makna “naik kembali” ini ditafsirkan oleh para ulama dengan beberapa penafsiran :

• Laporan Hasil Amalan: Ini bisa berarti bahwa laporan amal perbuatan manusia, doa-doa, dan segala kejadian di bumi dinaikkan kembali ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Malaikat pencatat amal akan melaporkan apa yang telah dilakukan manusia.

• Pengembalian Perkara : Bisa juga berarti bahwa setelah suatu urusan selesai atau suatu ketetapan terlaksana, hasilnya kembali kepada Allah untuk diperhitungkan atau diputuskan kelanjutannya.

• Kesempurnaan Proses Ilahi : Ini menunjukkan siklus pengaturan Ilahi yang sempurna, di mana perintah berasal dari-Nya, terlaksana, dan kemudian kembali kepada-Nya dalam bentuk laporan atau hasil akhir.

• “فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُۥٓ أَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ” (Dalam Sehari Yang Kadarnya Adalah Seribu Tahun Menurut Perhitunganmu) : Ini adalah bagian yang sangat penting dan sering menjadi fokus pembahasan.

• “فِى يَوْمٍ” (Dalam Sehari) : Istilah “hari” (yawm) dalam Al-Qur’an seringkali tidak hanya merujuk pada periode 24 jam seperti pemahaman manusia. Ia bisa berarti suatu periode waktu yang panjang, suatu masa, atau suatu fase.

• “كَانَ مِقْدَارُهُۥٓ أَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ” (Yang Kadarnya Adalah Seribu Tahun Menurut Perhitunganmu) : Bagian ini menekankan perbedaan skala waktu antara Allah dengan manusia. Seribu tahun yang kita hitung sebagai waktu yang sangat panjang, di sisi Allah hanya seperti “sehari”.

• Menggambarkan Keagungan Allah : Ini menunjukkan bahwa waktu, dalam perspektif Allah, sangatlah relatif dan tidak terikat seperti bagi makhluk-Nya. Allah adalah Maha Abadi, dan bagi-Nya, ribuan tahun tidaklah berarti apa-apa.

• Kecepatan Pengaturan Ilahi : Meskipun sehari di sisi Allah setara dengan seribu tahun manusia, ini tidak berarti bahwa proses pengaturan Allah itu lambat. Justru, ini menunjukkan betapa cepatnya dan betapa mudahnya bagi Allah untuk mengatur segala sesuatu yang bagi manusia membutuhkan waktu ribuan tahun. Semua urusan, baik yang kecil maupun besar, selesai dalam “sehari” di sisi-Nya.

• Peringatan Bagi Manusia : Ayat ini juga bisa menjadi peringatan bagi manusia bahwa umur dunia ini, seberapa pun panjangnya dalam hitungan manusia, adalah sangat singkat di hadapan keabadian Allah. Begitu pula dengan pertanggungjawaban di hari kiamat, yang mungkin dirasa lama oleh sebagian orang, sesungguhnya adalah waktu yang singkat bagi Allah.

Kesimpulan Dan Pelajaran Dari Ayat Ini :

1. Kemahakuasaan Dan Pengaturan Allah : Ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah satu-satunya Pengatur alam semesta. Tidak ada satu pun detail, sekecil apa pun, yang luput dari pengawasan dan pengaturan-Nya. Ini menguatkan keyakinan akan tauhid rububiyyah (keesaan Allah dalam penciptaan dan pengaturan).

2. Relativitas Waktu : Ayat ini mengajarkan tentang relativitas waktu. Waktu yang kita pahami dengan keterbatasan indra dan perhitungan kita sangatlah berbeda dengan skala waktu di sisi Allah. Ini harus membuat kita menyadari keterbatasan ilmu manusia dan keagungan Allah yang melampaui dimensi ruang dan waktu.

3. Ketertiban Dan Keteraturan : Adanya pengaturan dari langit ke bumi dan kembalinya urusan tersebut menunjukkan adanya sistem yang sangat teratur dan tertib dalam ciptaan Allah. Ini menolak pandangan tentang kebetulan atau kekacauan dalam alam semesta.

4. Motivasi Beramal : Pemahaman bahwa segala urusan akan kembali kepada Allah, dan perhitungan waktu yang berbeda, seharusnya memotivasi kita untuk senantiasa beramal saleh. Apa yang kita lakukan di bumi akan dipertanggungjawabkan dan kembali kepada Allah untuk dihisab.

5. Ketenangan Hati : Bagi seorang mukmin, ayat ini membawa ketenangan hati. Ketika menghadapi masalah atau kesulitan, ia tahu bahwa ada Dzat Yang Maha Mengatur segala urusan, dan kepada-Nya lah segala sesuatu akan kembali.

Ayat ini, dan ayat-ayat sejenis lainnya, menyiratkan bahwa waktu di sisi Allah tidaklah sama dengan waktu yang dialami manusia sebuah konsep yang sangat dekat dengan prinsip relativitas dalam fisika modern.

Dalam perspektif Islam, alam semesta bukan sekadar hasil proses acak atau peristiwa kebetulan tanpa makna. Setiap galaksi yang berputar, setiap bintang yang menyala, dan bahkan partikel debu yang melayang di ruang hampa sekalipun, merupakan bagian dari skenario Ilahi yang tertulis dalam Lauhul Mahfuzh.

Keseluruhan ciptaan berjalan sesuai dengan hukum-hukum yang Allah tetapkan, yang dalam bahasa sains modern disebut sebagai hukum fisika. Maka, ketika sains menemukan bahwa waktu bisa melambat di dekat benda bermassa besar atau dalam kecepatan tinggi, seorang Muslim dapat melihat penemuan ini bukan sebagai sesuatu yang baru secara mutlak, melainkan sebagai konfirmasi terhadap kebenaran wahyu yang telah lebih dahulu disampaikan.

Dengan demikian, dalam kajian ini kita akan diajak menyelami lebih dalam bagaimana relativitas waktu bukan hanya sebuah teori ilmiah, tetapi juga sebuah kenyataan spiritual yang menambah kekaguman kita terhadap kebesaran Sang Pencipta.

Waktu adalah entitas yang mengalir secara konstan dalam hidup manusia, namun ternyata tidak bersifat absolut. Fisika modern membuktikan bahwa waktu dapat melambat atau bahkan berhenti dalam kondisi ekstrem, sebuah gagasan yang awalnya tampak mustahil. Uniknya, konsep ini bukanlah hal baru dalam dunia Islam. Sejak lebih dari 14 abad lalu, Al-Qur’an telah memberikan isyarat tentang keajaiban waktu dalam konteks yang menakjubkan.

Dalam pandangan Islam, semesta bukanlah ciptaan yang berjalan tanpa kendali. Setiap galaksi, bintang, dan partikel terkecil sekalipun adalah bagian dari skenario Ilahi yang dirancang penuh hikmah. Maka, pemahaman tentang waktu sebagai sesuatu yang relatif justru semakin meneguhkan kekuasaan dan kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

1. Relativitas Waktu Dalam Sains Modern :

Teori Relativitas Khusus (1905) dan Umum (1915) oleh Albert Einstein menyatakan bahwa waktu bersifat relatif, tergantung pada kecepatan gerak dan medan gravitasi. Semakin cepat suatu objek bergerak mendekati kecepatan cahaya, semakin lambat waktu berlalu baginya dibandingkan dengan pengamat diam. Fenomena ini dikenal sebagai time dilation (pelambatan waktu).

Contoh nyata dari efek ini telah dibuktikan melalui eksperimen dengan jam atom yang diletakkan di pesawat terbang. Jam tersebut berdetik lebih lambat dibandingkan dengan jam kembarannya yang tetap di Bumi. Fenomena ini juga berlaku di dekat lubang hitam, di mana gravitasi ekstrem dapat memperlambat waktu secara signifikan.

2. Isyarat Relativitas Dalam Al-Qur’an :

Meskipun tidak menggunakan bahasa teknis fisika, Al-Qur’an menyampaikan konsep yang sangat serupa. Misalnya :

وَيَسْتَعْجِلُونَكَبِالْعَذَابِوَلَنيُخْلِفَاللَّهُوَعْدَهُۚوَإِنَّيَوْمًاعِندَرَبِّكَكَأَلْفِسَنَةٍمِّمَّاتَعُدُّونَ ٤٧

Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar azab itu disegerakan, padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.

(QS. Al-Hajj Ayat 47)

Tafsir Lengkap Ayat :

Ayat ini berbicara tentang tanggapan orang-orang kafir terhadap peringatan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam mengenai azab Allah, serta penjelasan tentang konsep waktu di sisi Allah.

Konteks Ayat :

Ayat ini turun ketika orang-orang kafir Makkah, khususnya, mengejek dan menantang Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Mereka menganggap remeh ancaman azab yang disampaikan Nabi dan bahkan meminta agar azab itu segera diturunkan sebagai bukti kebenaran perkataan beliau. Sikap ini menunjukkan kesombongan dan ketidakpercayaan mereka terhadap hari kiamat dan hukuman dari Allah.

Penjelasan Detil Ayat :

1. “Dan Mereka Meminta Kepadamu Agar Azab Itu Di Segerakan…” (وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ) :

• Ini merujuk pada sikap orang-orang musyrik yang meremehkan peringatan Nabi tentang azab dan siksaan Allah. Mereka menganggap bahwa jika ancaman itu benar, mengapa tidak segera terjadi? Tantangan ini bukan karena mereka ingin melihat kebenaran, melainkan karena kesombongan, keangkuhan, dan keraguan mereka. Mereka mengira bahwa dengan meminta percepatan azab, mereka akan membuktikan bahwa Nabi berbohong atau bahwa ancaman itu hanyalah bualan.

2. “…Padahal Allah Tidak Akan Menyalahi Janji-Nya.” (وَلَن يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ) :

• Bagian ini adalah penegasan dari Allah bahwa janji-Nya pasti akan terlaksana. Allah Maha Benar dan tidak akan pernah mengingkari janji-Nya, baik janji tentang pahala bagi orang yang beriman maupun janji tentang azab bagi orang-orang kafir dan pendurhaka. Meskipun azab tidak segera datang, itu bukan berarti azab itu tidak ada atau tidak akan terjadi. Waktu kedatangan azab sepenuhnya ada dalam pengetahuan dan kehendak Allah. Penundaan azab bisa jadi merupakan kesempatan bagi mereka untuk bertaubat, atau karena hikmah lain yang hanya diketahui Allah.

3. “Dan Sesungguhnya Sehari Di Sisi Tuhanmu Adalah Seperti Seribu Tahun Menurut Perhitunganmu.” (وَإِنَّ يَوْمًا عِندَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ) :

• Ini adalah bagian inti dari ayat ini yang menjelaskan perbedaan konsep waktu antara manusia dan Allah.

• Perbedaan Konsep Waktu : Bagi manusia, waktu diukur berdasarkan perputaran bumi dan bulan. Namun, bagi Allah, yang Maha Pencipta waktu, konsep waktu tidak sama. “Sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu” menunjukkan bahwa waktu relatif. Apa yang terasa lama bagi manusia, bisa jadi sangat singkat di sisi Allah.

• Implikasi :

• Kesabaran Allah : Ayat ini bisa dimaknai sebagai penjelas mengapa azab tidak segera diturunkan. Penundaan itu bukan karena Allah lemah atau tidak mampu, tetapi karena pandangan Allah terhadap waktu sangatlah luas. Seribu tahun bagi manusia hanyalah sehari bagi Allah. Jadi, apa yang dianggap “lama” oleh manusia adalah sesuatu yang sangat wajar dan singkat dalam perspektif Ilahi.

• Kepastian Janji : Ini juga menegaskan kembali kepastian janji Allah. Meskipun tampak lambat bagi manusia, azab itu pasti akan datang pada waktu yang telah ditetapkan Allah. Manusia tidak berhak mendesak Allah atau meragukan janji-Nya hanya karena mereka belum melihat realisasinya secara instan.

• Kemahakuasaan Allah : Ayat ini secara implisit menunjukkan kemahakuasaan Allah dalam mengendalikan segala sesuatu, termasuk waktu. Allah tidak terikat oleh batasan waktu seperti makhluk-Nya.

Hubungan Dengan Ayat Lain :

Konsep “sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun” juga disebutkan dalam ayat lain, seperti QS. As-Sajdah: 5, yang menegaskan kembali ide bahwa waktu Ilahi berbeda dengan waktu manusia. Namun, perlu dicatat bahwa ada juga ayat yang menyebut “sehari di sisi Tuhanmu seperti lima puluh ribu tahun” (QS. Al-Ma’arij: 4), yang menunjukkan bahwa penafsiran waktu ini bisa bervariasi tergantung konteksnya, atau mengacu pada jenis hari yang berbeda (misalnya, hari kiamat yang panjang). Ulama tafsir umumnya menjelaskan bahwa angka “seribu” atau “lima puluh ribu” dalam ayat-ayat ini tidak selalu dimaksudkan secara harfiah sebagai jumlah persis tahun, melainkan sebagai penekanan pada sangat panjangnya waktu di sisi Allah dibandingkan dengan waktu yang singkat bagi manusia, serta ketidakberdayaan manusia dalam mengukur atau memahami waktu Ilahi sepenuhnya.

Kesimpulan Dan Pelajaran Dari Ayat Ini :

Ayat 47 Dari Surah Al-Hajj Ini Memberikan Pelajaran Penting Tentang :

1. Kesombongan Dan Ketidaksabaran Orang Kafir : Menunjukkan bagaimana orang-orang kafir tergesa-gesa dalam menuntut bukti nyata dari ancaman azab Allah.

2. Kepastian Janji Allah : Menegaskan bahwa janji Allah tentang azab dan pahala pasti akan terwujud pada waktu yang telah ditentukan-Nya.

3. Relativitas Waktu Di Sisi Allah : Mengajarkan bahwa konsep waktu di sisi Allah sangat berbeda dengan persepsi waktu manusia. Apa yang terasa lama bagi manusia adalah singkat bagi Allah, dan ini adalah bagian dari hikmah dan kemahakuasaan-Nya.

Ayat ini menunjukkan bahwa waktu di sisi Allah berjalan sangat berbeda dari persepsi manusia. Dalam ayat lain disebutkan :

تَعْرُجُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ إِلَيْهِ فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُۥ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ ٤

“Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun”

(QS. Al-Ma’arij Ayat : 4

Tafsir Lengkap Ayat :

Ayat ini merupakan bagian dari Surah Al-Ma’arij, yang banyak membahas tentang hari Kiamat, balasan bagi orang-orang yang beriman dan ingkar, serta sifat-sifat manusia. Khususnya ayat 4 ini, menjelaskan tentang waktu atau dimensi perjalanan malaikat dan Roh (Jibril) menuju Allah, serta perbandingan waktu tersebut dengan standar waktu manusia.

Mari Kita Bedah Setiap Bagiannya :

• “تَعْرُجُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ إِلَيْهِ” (Ta‘rujul-malā`ikatu war-rụḥu ilaihi) :

• “تَعْرُجُ” (Ta‘ruju) : Kata ini berasal dari akar kata ‘araja (عَرَجَ) yang berarti “naik”, “mendaki”, atau “menjulang tinggi”. Dalam konteks ini, berarti malaikat dan Roh naik atau menghadap ke hadirat Allah. Ini menunjukkan ketinggian dan keagungan Allah, serta keharusan bagi makhluk-Nya untuk “naik” menuju-Nya.

• “ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ” (Al-Malā`ikatu) : Merujuk kepada para malaikat secara umum, makhluk-makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya, yang senantiasa taat menjalankan perintah-Nya.

• “وَٱلرُّوحُ” (War-rụḥu): Mayoritas ulama tafsir menafsirkan “Ar-Ruh” di sini sebagai Jibril (Gabriel), yaitu pemimpin para malaikat dan malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu. Penyebutan Jibril secara khusus setelah penyebutan malaikat secara umum menunjukkan keagungan dan kedudukannya yang istimewa di antara para malaikat. Meskipun demikian, ada pula pandangan lain yang menafsirkan “Ar-Ruh” sebagai ruh-ruh manusia, namun pandangan yang paling kuat dan diterima luas adalah Jibril.

• “إِلَيْهِ” (Ilaihi) : Menuju kepada-Nya, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini menegaskan bahwa segala perjalanan dan tujuan akhir dari malaikat dan Roh adalah kepada Allah, Sang Pencipta.

• “فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُۥ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ” (fī yaumin kāna miqdāruhū khamsīna alfa sanah) :

• “فِى يَوْمٍ” (fī yaumin) : “Dalam sehari”. Kata “hari” di sini tidak merujuk pada hari dalam pengertian waktu duniawi kita (24 jam), melainkan sebuah periode waktu atau dimensi yang berbeda yang hanya diketahui oleh Allah. Al-Quran sering menggunakan kata “hari” (yaum) untuk merujuk pada suatu periode yang panjang atau suatu peristiwa besar, seperti Hari Kiamat.

• “كَانَ مِقْدَارُهُۥ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ” (kāna miqdāruhū khamsīna alfa sanah): “Yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” Ini adalah inti dari perbandingan waktu dalam ayat ini. Ada beberapa penafsiran mengenai “lima puluh ribu tahun” ini :

1. Dimensi Waktu yang Berbeda : Ini adalah waktu yang dibutuhkan malaikat dan Roh untuk naik dan turun dari bumi ke langit tertinggi hingga ‘Arsy Allah, atau perjalanannya di alam malakut. Waktu ini sangat panjang menurut standar manusia, menunjukkan keagungan alam semesta dan dimensi yang jauh berbeda antara alam materi dan alam gaib.

2. Hari Kiamat : Sebagian mufasir berpendapat bahwa “sehari” di sini merujuk pada Hari Kiamat atau suatu periode di akhirat. Pada hari itu, waktu terasa sangat panjang bagi orang-orang kafir atau bagi siapa pun yang merasakan kesulitan, seolah-olah lima puluh ribu tahun. Hal ini disebutkan juga dalam QS. Al-Hajj (22) ayat 47, yang menyebutkan “sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari yang kamu hitung.” Kedua ayat ini bisa dipahami sebagai relativitas waktu di sisi Allah; bahwa perhitungan waktu manusia sangatlah kecil dibandingkan dengan waktu di sisi Allah. Hari Kiamat akan terasa sangat lama karena berbagai peristiwa dahsyat yang terjadi di dalamnya dan lamanya hisab (perhitungan amal).

3. Jarak Dan Kecepatan : Angka “lima puluh ribu tahun” juga bisa diinterpretasikan sebagai jarak yang sangat jauh yang ditempuh malaikat dan Roh, yang jika ditempuh dengan kecepatan biasa akan memakan waktu tersebut. Namun, malaikat memiliki kecepatan yang luar biasa. Oleh karena itu, penekanan lebih pada dimensi waktu yang berbeda.

4. Penekanan Keagungan Allah : Angka ini juga bisa menjadi simbol keagungan kekuasaan Allah dan kemahaluasan ciptaan-Nya. Perjalanan menuju hadirat-Nya adalah perjalanan yang agung, tidak dapat dibandingkan dengan perjalanan biasa.

Kesimpulan Dan Pelajaran Dari Ayat Ini :

Ayat ini mengingatkan kita tentang :

• Keagungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala : Dia berada di atas segala-galanya, dan para malaikat serta Jibril, makhluk-makhluk mulia, naik menghadap-Nya.

• Relativitas Waktu : Waktu di sisi Allah sangat berbeda dengan waktu di sisi manusia. Ini adalah konsep yang mendalam dan menunjukkan keterbatasan pemahaman manusia tentang dimensi dan waktu.

• Kekuasaan Allah Atas Alam Semesta: Ayat ini mengisyaratkan alam gaib dan jarak yang tak terbayangkan yang hanya diketahui oleh Allah.

• Pentingnya Mempersiapkan Diri untuk Akhirat : Jika satu “hari” di sisi Allah bisa sepanjang lima puluh ribu tahun, betapa pentingnya bagi kita untuk mempersiapkan diri menghadapi Hari Perhitungan yang panjang tersebut.

Kedua ayat ini memberi isyarat kuat bahwa waktu tidak mutlak dan bisa berbeda bergantung pada dimensi atau ruang eksistensial makhluk tersebut. Ini sejalan dengan penemuan fisika bahwa waktu bersifat relatif dan berubah tergantung pada kondisi ruang-waktu.

3. Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an Yang Menyiratkan Dimensi Waktu Lain :

Beberapa peristiwa dalam Al-Qur’an menggambarkan kejadian luar biasa terkait waktu :

a. Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) : “Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.” (QS. Al-Kahfi: 25)

Para pemuda tersebut tertidur selama berabad-abad, sementara mereka sendiri merasa tidur hanya sesaat. Ini merupakan gambaran yang sangat dekat dengan efek dilatasi waktu dalam teori relativitas.

b. Uzair Yang ‘Dibuat Mati’ Selama 100 Tahun : “…Lalu Allah mematikannya selama seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali…” (QS. Al-Baqarah: 259)

Waktu baginya seolah tidak berubah, tetapi realitas di sekitarnya telah berubah drastis. Fenomena ini dapat dianalogikan dengan pelambatan waktu ekstrem.

4. Keselarasan Ilmu Dan Iman Skenario Ilahi Dalam Struktur Kosmos :

Dalam Islam, waktu adalah makhluk. Allah adalah Pencipta waktu dan tidak terikat olehnya. Karena itu, tidak mengherankan bila ciptaan-Nya alam semesta memiliki keragaman dimensi waktu.

Sains hari ini membuktikan bahwa waktu bukanlah latar kosong, tetapi bagian dari jaringan ruang-waktu yang bisa dilipat, diperlambat, atau dipercepat. Relativitas waktu yang dulu hanya diyakini melalui iman, kini bisa dijelaskan secara matematis. Ini bukan kontradiksi, melainkan tajalli (penyingkapan) dari ilmu Allah yang Maha Luas.

Merunduk Dalam Kekaguman :

Menyadari bahwa waktu bukanlah sesuatu yang mutlak membuat kita semakin kagum terhadap kebesaran Allah. Sejak 14 abad lalu, Al-Qur’an telah menyampaikan isyarat tentang konsep-konsep kosmik yang baru dapat dicerna akal manusia di abad modern.

Melalui lensa keimanan dan keilmuan, kita memahami bahwa alam semesta adalah kitab terbuka bagi siapa pun yang merenung. Maka, relativitas waktu bukan hanya hukum fisika tetapi juga tanda keagungan Sang Maha Pencipta.

(Bersambung)

Editor   : MUH. IKHSAN AM 

INSPIRATOR-RAKYAT.COM )

PEJUANG ASPIRASI RAKYAT )

📌POSTINGANKU PENGINGAT DIRIKU

📌BACA SAMPAI SELESAI AGAR TAK GAGAL FAHAM

📌ARTIKEL INI HANYA BERSIFAT MENGINFORMASIKAN DAN MENINGKATKAN KESADARAN DAN BUKAN UNTUK MENGAJARI

1. Sumber : https://inspirator-rakyat.com/rahasia-tersembunyi-tentang-alam-semesta-yang-akan-mengubah-cara-kamu-melihat-hidup-bagian-5/

2. Sumber : https://daaralatsarindonesia.com/tafsir-032-005

3. Sumber : https://daaralatsarindonesia.com/tafsir-022-047

4. Sumber : https://daaralatsarindonesia.com/tafsir-070-004